Kamis, 18 Juni 2009

Perkembangan CSR, Community Development (CD),

Perkembangan CSR, Community Development (CD),

Implementasinya di Kabupaten Bungo

(Bagian III)

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah konsep moral dan etis yang berciri umum, oleh karena itu pada tataran praktisnya harus dialirkan ke dalam program konkrit. Salah satu bentuk aktualisasi CSR, pengembangan masyarakat atau Community Development (CD).

Program CD, dapat dilakukan perusahaan atas dasar sikap dan pandangan yang umumnya telah ada (inherent), yaitu sikap dan pandangan filantropis (kedermaan). Perusahaan umumnya memiliki sikap tersebut yang didasarkan atas dua motif sekaligus, yakni altruism dan self interest.

Sayangnya, pendekatan altruisms atau sifat mementingkan kepentingan orang lain belum menjadi mainstream sebagian besar perusahaan. Sebagian besar pengambil keputusan perusahaan memandang filantropinya sebagai pencerahan atas kepentingan pribadi (self interest). Motif perusahaan dalam menyumbang seringkali tidak sepenuhnya didasarkan atas panggilan tanggung jawab moral, melainkan dalam bentuk pemberian dengan motif, charity (amal atau derma), (keamanan dan peningkatan kesejahteraan), atau bahkan -maaf- money laundering.

Sebagian besar donasi perusahaan dalam konteks CSR masih merupakan hibah sosial, dan masih sedikit yang berupa hibah pembangunan. Hibah sosial adalah bantuan kepada suatu organisasi nirlaba untuk kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan atau kegiatan lain untuk kemaslahatan masyarakat dengan hak pengelolaan sepenuhnya pada penerima, sementara hibah pembangunan merupakan bantuan selektif kepada suatu kegiatan pengembangan masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan transformasi bagi orientasi filantropik perusahaan, dari hibah sosial kehibah pembangunan, karena hibah sosial umumnya adalah hibah yang diperuntukkan untuk keperluan sesaat dan bersifat konsumtif. Perlu didorong kegiatan kedermawanan dari yang bersifat sedekah, kearah yang bersifat pengembangan atau pemberdayaan, sehingga sustainability nya lebih terpelihara.

Kegiatan CD untuk lingkungan industri pada dasarnya dapat dipergunakan sebagai media peningkatan komitmen masyarakat untuk dapat hidup berdampingan secara simbiotik dengan entitas bisnis (perusahaan) beserta operasinya. Kedudukan “komunitas” dalam konsep CD pada lingkungan industrial adalah sebagai bagian dari stakeholder yang secara strategis memang diharapkan memberikan dukungannya bagi eksistensi perusahaan.

Saat ini, diakui telah banyak perusahaan yang telah menerapkan program-program CD, yang dilakukan dengan tujuan dan motif-motif pragmatis tertentu, misalnya dalam kerangka membangun kondisi hubungan yang lebih harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, atau untuk menjalin co-eksistensi damai. Tujuan-tujuan prekmatis seperti itu tidak dapat disalahkan, akan tetapi sebaiknya tetap dilakukan dengan methodologi yang benar.

Sebagaimana lazimnya, methodology yang benar dalam pelaksanaan CD harus dimulai dari kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA). Pelaksanaan PRA diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih faktual dan detail tentang kondisi masyarakat, baik dalam dimensi ekonomi, pendidikan, kesehatan, tersedianya basic Infra struktur, keberadaan serta aktivitas kelembagaan lokal maupun masalah pengangguran. Dengan PRA juga diharapkan akan lebih menjamin bahwa masyarakat yang dimaksud telah dilibatkan perencanaannya.

Konsep dan perspektif CD memang begitu luas, karena itu memerlukan pemahaman yang lebih mendalam. Disamping metodologinya harus benar, kaidah-kaidahnya juga harus tepat. Melaksanakan CD hanya dengan mendengar masukan dari masyarakat saja, atau sebaliknya hanya mengandalkan inovasi dari pelaksana CD saja, juga bisa menjebak masyarakat kepada ketergantungan baru. Hasilnya masyarakat bukannya menjadi mandiri dan dapat mencari altenatif kehidupan untuk menyejahterakan diri tapi justru malah menjadi peminta terus-menerus. Akibatnya, pada saat proyek CD selesai, masyarakat tetap tidak mandiri.

Lantas, bagaimana konsep CD yang benar bagi sebuah perusahaan ?. Di negara-negara maju, CD dapat dilakukan dalam bentuk aksi-aksi penolakan atau advokasi atas tindakan-tindakan masyarakat, seperti drug abuse, aborsi, diskriminasi rasial, dan sebagainya.

Dengan Konsep yang pernah dibahas secara bersama yang di prakarsai oleh Bungo Minning Association ( BMA ) Kabupaten Bungo cukup bagus untuk diterapkan yang konsep tersebut saat itu sudah diserahkan kepada Pemkab (Kabag Hukum) untuk dicarikan payung hukum yang jelas, tapi sangat disayangkan sampai saat ini belum juga di tindaklanjuti, padahal kita menginginkan sekali payung hukum CD yang jelas dari Pemkab agar perusahaan bisa menjalankan dengan sebaiknya sesuai dengan ketentuan – ketentuannya.

Namun dalam konteks di Kabupaten Bungo, sebagian besar masyarakat di lingkungan industri kita berada dalam kondisi kemiskinan, maka kegiatan CD yang relevan adalah dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Karena itu, setidaknya program CD direkomendasikan untuk didedikasikan pada, peningkatan pendapatan (ekonomi) atau kesejahteraan masyarakat, masalah-masalah pekerjaan, peningkatan pendidikan, kesehatan masyarakat, penguatan kelembagaan lokal serta tersedianya basic infra struktur yang memadai. Rumusan di atas berangkat dari tujuan pelaksanaan CD, yang antara lain, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menemukan alternatif ekonomi dalam jangka panjang. Meningkatnya kualitas kehidupan masyarakat, baik dalam dimensi ekonomi, sosial, maupun budaya. Menguatnya kelembagaan lokal yang mampu mempelopori tumbuhnya prakarsa-prakarsa lokal. Kemudian kemandirian masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi maupun budaya. (bersambung)

Oleh

M. MAHILLI.HM, SH ( ALEX )

Calon Anggota DPRD Kabupaten Bungo Terpilih dari PAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar